Senin, 14 Januari 2013

Wacana yang Membedakan Pemanfaatan Bahasa Indonesia Pada Tataran Ilmiah, Semi Ilmiah dan Non Ilmiah


Wacana yang Membedakan Pemanfaatan Bahasa Indonesia Pada Tataran Ilmiah, Semi Ilmiah dan Non Ilmiah
PENGERTIAN WACANA ILMIAH
Karya Ilmiah adalah karya tulis yang disusun oleh seorang penulis berdasarkan hasil-hasil penelitian ilmiah yang telah dilakukannya. adapun pengertian lain tentang kara ilmiah dimana dikatakan bahwa karya ilmiah (scientific paper) adalah laporan tertulis dan dipublikasi yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.
contoh wacana ilmiah adalah makalah, artikel, laporan praktikum, skripsi, tesis, dan disertasi.

Penggunaan Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja. Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaannya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi colonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan “Bahasa Indonesia” diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 untuk menghindari kesan “imperialisme bahasa” apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampur adukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia. * Penggunaan Bahasa Indonesia Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar” dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan “bahasa Indonesia yang baik dan benar” mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran. Bahasa yang diucapkan bahasa yang baku. Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi prioritas utama. Penggunaan bahasa seperti ini sering menggunakan bahasa baku. Kendala yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan bahasa gaul yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak baik. Jika bahasa sudah baku atau standar, baik yang ditetapkan secara resmi lewat surat putusan pejabat pemerintah atau maklumat, maupun yang diterima berdasarkan kesepakatan umum dan yang wujudnya dapat kita saksikan pada praktik pengajaran bahasa kepada khalayak, maka dapat dengan lebih mudah dibuat pembedaan antara bahasa yang benar dengan yang tidak. Pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku itulah yang merupakan bahasa yang benar. Jika orang masih membedakan pendapat tentang benar tidaknya suatu bentuk bahasa, perbedaan paham itu menandakan tidak atau belum adanya bentuk baku yang mantap. Jika dipandang dari sudut itu, kita mungkin berhadapan dengan bahasa yang semua tatarannya sudah dibakukan; atau yang sebagiannya sudah baku, sedangkan bagian yang lain masih dalam proses pembakuan; ataupun yang semua bagiannya belum atau tidak akan dibakukan. Bahasa Indonesia, agaknya termasuk golongan yang kedua. Kaidah ejaan dan pembentukan istilah kita sudah distandarkan; kaidah pembentukan kata yang sudah tepat dapat dianggap baku, tetapi pelaksanaan patokan itu dalam kehidupan sehari-hari belum mantap. Di atas sudah diuraikan bahwa orang yang berhadapan dengan sejumlah lingkungan hidup harus memilih salah satu ragam yang cocok dengan situasi itu. Pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa itulah yang disebut bahasa yang baik atau tepat. Bahasa yang harus mengenai sasarannya tidak selalu perlu beragam baku. Dalam tawar-menawar di pasar, misalnya, pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian, keheranan, atau kecurigaan. Akan sangat ganjil bila dalam tawar-menawar dengan tukang sayur atau tukang becak kita memakai bahasa baku seperti ini : (1) Berapakah Ibu mau menjual bayam ini? (2) Apakah Bang Becak bersedia mengantar saya ke Pasar Tanah Abang dan berapa ongkosnya? Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan tidak efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu. Untuk situasi seperti di atas akan lebih tepat jika kita memakai bahasa seperti di bawah ini : (1) Berapa nih, Bu, bayemnya? (2) Ke Pasar Tanah Abang, Bang. Berapa? Sebaliknya, kita mungkin berbahasa yang baik, tetapi tidak benar. Frasa seperti “ini hari” merupakan bahasa yang baik sampai tahun 80-an di kalangan para makelar karcis bioskop, tetapi bentuk itu tidak merupakan bahasa yang benar karena letak kedua kata dalam frasa ini terbalik. Karena itu, anjuran agar kita “berbahasa Indonesia dengan baik dan benar” dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan “bahasa Indonesia yang baik dan benar” mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran. http://deviden749.wordpress.com/2011/09/28/penggunaan-bahasa-indonesia-yang-baik-dan-benar/

TULISAN BAHASA INDONESIA - MENCARI KESALAHAN KATA

Bagaimana dalam memilih bahasa atau kata dalam kalimat, cari artikel atau tulisan singkat dan analisis kata-kata yang terdapat didalamnya apakah baku atau tidak ? Malam ini Lingga, Danu dan Bagas bisa sedikit bernapas lega, meski esok pagi beban berat menanti mereka. Malam ini mereka sepakat untuk mengungsi di rumah Danu. Lingga sendiri udah tepar di atas kasur. Sementara Bagas masih ngejogrok di depan laptop, main PES. Danu dateng sambil bawa nampan berisi tiga gelas susu hangat. “Woi.. Ga?! Kalo mau tidur, ganti baju dulu napa?” Danu sewot karena temannya tidur dengan seragam latihan tadi yang masih menempel di badannya. “Gua gak bawa baju ganti.” Celetuk Lingga sekenanya. Bagas cuma bisa mengangkat bahu begitu sadar Danu menatapnya. Selang beberapa saat, Lingga nongol di tengah tengah mereka. Bajunya pun telah berganti. Seenaknya nyeruput segelas susu, langsung kembali ke atas kasur dengan tanpa ada rasa berdosa. “Eh, kayaknya tuh baju gua kenal?” Kata Danu heran. “Gua pinjem baju lo.” Sahut Lingga tanpa merubah sedikitpun posisi berbaringnya. “Sabar aja deh.” Ucap Bagas. PERBAIKAN KATA bisa : dapat meski : walau esok : besok udah : sudah tepar : tidur bawa : membawa woi : hai kalo : kalau baju : pakaian dulu : dahulu sambil : dengan ngejogrok : duduk aja : saja mau : ingin napa : kenapa menempel : melekat gue : saya gak : tidak sekenanya : tanpa pikir panjang cuma : hanya begitu : setelah nongol : muncul nyeruput : minum kayaknya : sepertinya tuh : itu pinjem : pinjam lo : kamu dateng : datang